Gerah

Masih pagi..
Mentari masih belum menampakkan sifatnya.
Tapi kenapa badan ini terasa gerah.
Ya.. gerah dengan lalu lalang kehidupan yang makin sibuk mementingkan ego masing-masing.

Kenapa sebuah argumentasi begitu mudahnya dilontarkan.
Seperti peluru meriam yang menghantam.
Ada kalimat yang menghancurkan.
Aku selayaknya barang rongsokan yang sudah sepantasnya ditinggalkan.

Ada kesombongan. memburu dan menciptakan bangkai.
Seperti sekumpulan anjing.
Bila saja mentari mau berlaku lebih garang,
mungkin mereka akan lebih suka meringkuk dibawah pepohonan.
daripada meneriakiku dengan gonggongan dan seringai.

Gerah...
mentari masih tenggelam...

Penyanyi kecilku

Aku labuhkan kapalku
di samudra kedua,
padamu, penyanyi kecilku.

Aku sayupkan nyanyianmu
di pelukanku.

Dari kisi-kisi yang memisahkan,
rasakan dawai rindu bergetar,
menyatukan jari kita.
Bersama memandang datar,
menyatukan hati kita,
di berlikunya jalanku.

"Untukmu tiadalah akhir,
 hanya jemari yang bertautan,
 untukmu, penyanyi kecilku."

Setiawan

Simbol-simbol alam

perlambang keadaan,
ucapan Tuhan pada semesta.

Simbol-simbol alam,
perasaan dari cuaca
di iklim setiap jiwa.
Damai yang diam dalam kelupaan
sejak air susu ibu terbuang.

Adakah jejak bayi tersimpan ?
dalam damai jadilah ingat,
dalam lupa jadilah pengingat.

Simbol-simbol alam,
cerita sejarah dalam diam,
kata-kata bijak setiap saat,
kemurnian dari ruh bumi.

Serdadu Gembel

Senyummu

Kenapa keyakinan harus tunduk
pada keraguan,
dan keraguan tak pernah meyakinkan diri.

Aku telah menyaksikan yang tak nampak,
karenanya kedamaian tak mau singgah,
meski di katupan mata.

Kunti Dewanagari

Bibir mengot

Saga bulan separuh
menerawang,
lengkingan udara,
selubung nafsu mencekik leher puisi.

Senyap bergumul kelesuan,
karya ini terhenti.
di bungkam diktator serakah,
aku tercekal.

Bibirku mengot,
satu rupa seniman tua
yang memeluk nafas terakhir.

Serdadu Gembel